26 October 2012

Lectures, Friends, and Loves

Kurasa apa yang telah aku jalani sejauh ini memang nggak perlu untuk disesali. Memaang dari awal bukan pilihanku untuk menginjakkan kaki di kampus Teknik Kimia UPN "Veteran" Yogyakarta ini, tapi sampai saat ini aku berusaha menjalaninya dengan hati ikhlas. Terkadang memang ada sedikit sesal yang muncul, dulu, di awal. Tidak ada keseimbangan antara niat dan bakatku di sini. Sampai saatnya aku menyadari, bakatku bisa diasah bila kujalani dengan biasa dan mulai terbiasa.

Pelajaran yang menurutku tingkatnya jauh jauuh di atas kepalaku, akhirnya bisa ku kuasai lebih dari setengahnya. Nggak pernah berpikir akan meninggalkan kampus ini, dan terus struggle berusaha memahami apa yang harus kupelajari di dunia Teknik Kimia ini. Tidak mudah, dulu, namun sekarang terasa gampang. Aku bangga, dengan diriku sendiri yang benar-benar sudah ikhlas menjalaninya. Reward terbesar untuk hatiku yang sudah bertahan dan otakku yang tetap menjaga bentuknya yang oval. Aku bangga dan aku mencintai apa yang ada di dalam diriku. Terutama kepada Allah yang dengan ikhlas meminjamkan tubuh ini untuk menemaniku di saat struggle dengan masalah belajar.

Di saat aku telah bahagia karena menjalani pelajaran dengan lancar, konflik dengan teman bahkan muncul. Aku tahu, hidup itu tidak selamanya akan berjalan lancar bebas hambatan. Terkadang terjadi kecelakaan di jalan tol. Aku bahagia, memiliki teman dan mereka bisa memberikan support di saat aku membutuhkannya. Tetapi tidak segampang itu aku bisa mendapatkan kebahagiaan dari teman. Terkadang kau harus membuat seseorang bahagia dulu, barulah kau bisa bahagia. Nggak semua pemikiran aku dan teman-teman sama. Kadang mereka bertindak positif, kadang negatif. Aku juga begitu. Awalnya aku mengerti sebuah loyalitas dari mereka. Sekarang aku bahkan tidak tahu apa itu loyal, dan mengapa harus ada imbuhan -itas di belakangnya. Mengherankan memang. Seharusnya aku bersyukur kepada Allah. Bersyukur karena sudah memberikan aku pengalaman seperti ini.

Lagi, aku bangga dengan tubuhku, dengan kakiku yang sudah berusaha mencari kebenaran, setelah sebelumnya masuk ke dalam kemunafikan. Masih berusaha, mungkin kebenaran yang sekarang ditujukan kakiku, cuma sebuah kebohongan. Aku bangga dengan mataku yang berusaha membandingkan teman yang mana yang akan menunjukkan arti loyalitas lagi padaku. Aku bangga dan aku mencintai apa yang ada di dalam diriku. Terutama kepada Allah yang dengan ikhlas meminjamkan tubuh ini untuk menemaniku di saat struggle dengan masalah berteman.

 Di saat aku mulai menjauh dari lika-liku pertemanan yang mengherankan ini, masalah cinta datang. Cinta? kadang aku mengerti kenapa harus cinta, kadang aku bingung apa itu cinta. Mungkin yang aku punya ini bukan cinta. Aku tahu cintaku kepada Allah, Mama, Papa, dan keluarga, tapi hal ini tidak kukenali sama sekali.

Cinta.. Itu seperti 2 sisi mata uang. Kadang kau tahu kapan harus menyayanginya dan kadang kau ingin sekali membencinya. Tapi kau tidak mengerti kenapa harus membencinya padahal kau mencintainya. Ini bukan spesifikasi untuk pacar saja, semua orang yang kau cintai kan? Itulah mengapa aku tidak ingin mencintainya untuk saat ini. Sebelum aku menjadi miliknya, aku akan berhenti mencintainya. Aku tidak ingin membencinya walaupun aku mencintainya. Lagipula, mengapa aku harus mencintai dan membenci dirinya? Aku bukan siapa-siapa.

Perasaaanku hanyalah sebatas menjaga. Menjaga perasaan, dan membangun. Di saat aku bersamanya, aku bisa menjaga perasaan dan inginku tidak menyakitinya. Di saat aku bersamanya, aku bisa membangun tekadnya dan memotivasinya. Tidak ada kerugian di antara kami berdua. Aku akan menjadikan cinta bila kita sudah ada di titik yang telah ditentukan. Aku akan mencintainya karena Allah memaksaku mencintainya. Tapi ada saatnya.

Dan aku, aku bangga dengan mulutku yang pernah mengatakan "aku cinta padamu" untuk pertama kalinya, dan sekarang berat untuk mengucapkan kata-kata itu kembali. Bahkan di saat tersenyum, itu tak akan diucapkan mulutku lagi kepadanya. Aku bangga dengan jantungku yang pernah berdebar saat di dekatnya, namun tetap konstan hingga saat ini.

Aku pun bangga dengan tanganku yang pernah menengadah ke atas, membantuku mengatakan kepada Allah, aku ikhlas apapun yang Kau berikan kepadaku. Aku cinta kepada-Mu, aku bahagia Kau memperhatikanku, hambatan ini terasa seperti pelukan-Mu, sungguh, terima kasih.